Hidup itu Seperti Juggling.

Restu Arif Priyono
2 min readJan 14, 2021

Maha Suci Allah yang telah memberikan kesempatan amanah kepadaku, memberikan ujian kepadaku, dengan melimpahkan segala nikmat yang tidak pernah bisa kuhitung.

Manusia diberikan dua buah tangan. Setiap tangan memiliki kapasitasnya masing-masing untuk menggenggam dan mengerjakan sesuatu. Apabila ada benda yang tidak bisa dipegang saat ini, kita bisa melemparkannya ke udara dan mengambil benda lainnya. Kita percayakan benda di udara kepada waktu. Kita punya sepersekian detik untuk menggenggam benda yang lainnya. Namun itupun tidak lama. Kita harus segera melepaskannya juga, dan meraih benda di udara yang paling dekat.

Kuncinya adalah keseimbangan dan konsistensi. Koklea menjaga agar tubuh senantiasa seimbang meskipun banyak turbulensi. Secara fitrah, kita tahu bagaimana yang dinamakan berdiri tegak. Di samping menjaga agar badan seimbang, tangan juga harus terus bergerak, menjaga agar semua benda tidak jatuh, dengan harmoni pergerakan yang sudah terlihat polanya. Dibutuhkan konsentrasi tinggi, tenaga prima, dan kemauan yang kuat agar kita bisa terus melakukan ini. Satu saja hilang, benda-benda di udara besar kemungkinan akan jatuh. Satu benda jatuh, biasanya akan mempengaruhi konsentrasi kita.

Ada dua jenis berhenti dari juggling: yang pertama, benda yang kita juggle berjatuhan, atau yang kedua, kita selesai perform (biasanya ditandai dengan menggenggam semua benda bersamaan, kemudian memberi salut pada para penonton). Untuk kasus yang pertama, bisa terjadi karena kita kehilangan keseimbangan, atau kita menyerah. Sebaliknya, untuk kasus yang kedua, bisa terjadi karena sampai akhir performnya, seseorang berhasil mengatasi segala hal yang membuatnya tidak seimbang.

Tentu saja seseorang tidak bisa langsung mahir juggling benda-benda di tangannya. Butuh proses dan latihan. Mulai dari hal yang kecil, semakin banyak, semakin berat. Menariknya, manusia tempatnya salah. Setelah latihan yang intensif dan lama, kita masih saja bisa menjatuhkan benda-benda tersebut. Pertanyaannya, maukah kita mengambil kembali benda-benda yang berjatuhan dan mulai menata kembali untuk mencobanya lagi, belajar dari kesalahan-kesalahan yang lalu.

Seperti yang ditulis sebelumnya, untuk dibutuhkan konsentrasi tinggi, tenaga prima, dan kemauan yang kuat agar kita bisa terus melakukan ini. Satu saja hilang, benda-benda di udara besar kemungkinan akan jatuh. Satu benda jatuh, biasanya akan mempengaruhi konsentrasi kita.

--

--

Restu Arif Priyono

A tech enthusiast with background in Software Engineering and Business. Currently as a CEO of Techlab.